KONSEP
DAN UPAYA PENERAPAN PRINSIP ILMU FISIKA
DALAM
EKOLOGI EKOSISTEM
Berdasarkan
ilmu termodinamika, kita hidup untuk
makan bukan sebaliknya makan untuk hidup
(Roughgarden 1998). Alam dapat
menghasilkan struktur kompleks bahkan dalam situasi yang sederhana, dan alam
dapat mengikuti hukum sederhana dalam situasi yang kompleks (Goldenfeld,
Kadanoff 1999).
“Sindrom
Newton" menjadi sebuah tanda telah terjadinya evolusi ilmu pengetahuan selama tiga abad terakhir. Newton sebagai pendiri ilmu fisika
modern menunjukkan
bahwa dengan menggunakan konsep teoritis
sederhana, seperti hukum gravitasi, memungkinkan untuk dapat menafsirkan gerakan planet-planet. Hal ini
menandakan bahwa
dengan ilmu pengetahuan memungkinkan kita untuk memprediksi
evolusi/perubahan yang terjadi di alam.
Sejak penemuan Newton tersebut, para ilmuwan
melalui ilmu pengetahuannya terus berusaha untuk menjelaskan dunia yang kompleks hanya dengan
menggunakan parameter yang relatif sederhana dalam
hal ini bersifat deterministik dan dapat diprediksi (Solbrig,
Nicolis 1991). Penemuan Hukum termodinamika II di abad 19-an tentang kesetimbangan termodinamika lebih memperkuat bahwa hukum termodinamika berkembang secara spontan menuju keadaan yang universal:
keseimbangan termodinamika. Akhirnya pada awal abad ke-20, para
fisikawan menyimpulkan bahwa alam semesta bersifat deterministik dan reversibel
(kembali).
Pada akhir abad ke-20, paradigma
(yang ada dalam masyarakat) berubah. Yang mana pada awalnya kejadian di alam
adalah ireversibel (tidak kembali) dan stokastik (tetap). Berdasarkan hukum fisika yang bersifat deterministik dan
reversible sebagaimana yang
diungkapkan oleh persamaan matematika sederhana ternyata
tidak mampu menjelaskan fungsi dari
bagian yang kompleks seperti ekosistem.
Memang, apabila tidak menggunakan prinsip-prinsip
fisika, kita melihat alam
bersifat sangat kompleks dengan
perbedaan/batas yang
tidak jelas antara sederhana dan kompleks
serta antara keteraturan dan kekacauan
(Goldenfeld, Kadanoff 1999).
Dalam beberapa kasus, sedikit perubahan dari kondisi awal akan
menghasilkan bentuk
baru yang kompleksitasnya muncul secara spontan: hal
tersebut merupakan perubahan yang berpegaruh
terhadap efek stokastik (pengaruh
yang tetap) pada sistem
evolusi. Seperti yang dinyatakan oleh Nicolis, Prigogine (1989), bahwa
kita akan menemukan evolusi, diversifikas dan
ketidakstabilan. Kita hidup di dunia sangat beragam di mana ditemukan kejadian-kejadian yang bersifat deterministik, stochastic, reversibel serta ireversibel
(berubah, tetap dan tidak balik serta tidak balik).
Dari
beberapa penelitian yang berbeda-beda, para ahli ekologi kemudian mengembangkan
konsep dan metodenya (ekologis) dan menyesuaikannya dengan bidang ilmu pengetahuan
lain untuk menjawab pertanyaan dasar tentang ekosistem alam. Permasalahan ini ditujukan untuk mengetahui apakah
hukum-hukum yang dinyatakan pada ilmu fisika dapat diaplikasikan ke dalam dunia nyata, dengan kondisi yang ada
pada kehidupan tertentu.
Berikut ini adalah ringkasan pemikiran untuk masalah tersebut (masih bersifat kontroversial) :
- Sangat
memungkinan untuk menerapkan teori sistem (fisika) dalam sistem ekologi
- Sistem ekologi bersifat kompleks
-Struktur ekologi berada dalam suatu jaringan komunikasi (kohesi sibernetik);
pengendalian/komunikais sebagai proses penyampaian informasi
- Sistem Ekologi menganut hukum termodinamika (termodinamika sistem disipatif )
- Sistem ekologi tersusun secara hirarki/bertingkat (teori hierarki )
- Sistem ekologi bersifat dinamis dalam ruang
dan waktu (non-linear teori sistem dinamis)
- Sistem ekologi dapat beradaptasi dan berkembang (teori
sistem adaptif)
- Sistem ekologi dapat mengatur diri sendiri (teori kekritisan diri terorganisir ) .
Berbagai pendekatan telah memberikan informasi yang
berguna dalam menjawab permasalahan
tentang organisasi sistem ekologi, tetapi informasi
itu tetap terpisah-pisah dalam ketiadaan teori sistem ekologi secara umum.
Perkembangan kearah tersebut telah ada, walaupun
masih tergolong sulit
dalam penerapan
secara operasional dari teori tersebut.
1. KONSEP DASAR : PENDEKATAN SISTEM
Studi
tentang interaksi antara spesies dan lingkungan biofisiknya
melahirkan pemikiran untuk
mengidentifikasi “penyebab” dari suatu kejadian. Pemikiran
tentang hubungan sebab akibat umumnya dihasilkan dari pemikiran ekologis. Namun, dalam upaya
untuk mengidentifikasi "penyebab" serta
untuk memahami "akibat" interaksi tersebut, secara jelas menggunakan konsep dimana
didalam suatu sistem terdapat hubungan antara sebab dan akibat. Berdasarkan
konsep tersebut, maka pada tahun 50-an
para ilmuwan berusaha untuk membangun sebuah teori umum sistem
yang didasari oleh teori sibernetik dan informasi. Teori kedua yang muncul pada 70-an dan 80-an, menggabungan 2 (dua) konsep lainnya:
komunikasi dan self- organisasi
(Durand 1996) .
1.1. Ruang lingkup besar
Ekologi adalah ilmu
pengetahuan yang merupakan aplikasi dari pendekatan sistem. Pendekatan ini
merupakan simbol dari konsep ruang lingkup yang besar (macroskope) yang
dicetuskan oleh Joel
de Rosnay (1975). Lebih
lanjut disebutkan bahwa pertimbangkan menggunakan pendekatan ini bukan sebagai ilmu pengetahuan, teori atau
disiplin, tetapi sebagai "metode baru", yang memudahakan kita untuk mengumpulkan
dan mengatur data dengan sebuah
gambaran untuk memperoleh
hasil yang lebih efisien. Konsep tentang
lingkungan (besar) ini sebenarnya adalah
agar para pembuat kebijakan/intelektual
memahami dan mampu menjelaskan fungsi dari alam semesta yang kita pelajari. Ini adalah salah
satu cara untuk mempelajari fenomena alam yang kompleks. Pendekatan ini
mencoba untuk mencari
perubahan sebagai contoh prinsip-prinsip
umum, struktural dan fungsi umum untuk berbagai ekologi. Hal ini dapat
digunakan untuk mengatur data ke dalam model untuk memfasilitasi komunikasi dan
menggunakan data sebagai dasar untuk sebab dan akibat.
Berbeda dengan pendekatan
analitis, pendekatan sistem mencakup komponen dari ilmu yang dipelajari dan dalam sudut pandang yang dinamis, serta menggabungkannya dalam
satu interaksi. Sebagai contoh, adanya
paradigma yang telah lama berlaku dalam ekologi
yaitu dalam suatu ekosistem faktor abiotik
mengendalikan unsur biotik. Berdasarkan paradigma tersebut, iklim dan tanah mengontrol distribusi vegetasi dan proses biologis. Konsep
ini secara bertahap berubah dengan adanya pemikiran baru
yangmana reaksi fisiko-kimia juga dipengaruhi oleh organisme hidup. Hal ini terutama terjadi pada
komposisi atmosfer (lihat Bab 16). Demikian pula,
perubahan batuan yang umumnya hasil dari aktivitas mikroorganisme sebagai fenomena
fisika. Berbagai unsur pada ekosistem merupakan subyek dari
efek ganda dari aksi dan reaksi.
1.2 Sistem yang memiliki struktur dan terorganisir
Karakteristik
penting dari ekosistem adalah organisasi. Kalimat tersebut sulit
didefinisikan. Hal ini karena organisasi merupakan bagian yang bebas dari komponen (organisasi)
dari sistem itu sendiri. Organisasi adalah jaringan atau hubungan antar komponen atau individu
yang menghasilkan sesuatu yang lain dimana masing-masing komponen tidak memilikinya. Di balik gagasan dari organisasi
terdapat ide pemikiran dari beberapa
optimalisasi anggota/lembaga komponen dari suatu sistem.
Organisasi
memiliki aspek struktural dan aspek fungsional. Prinsip-prinsip struktural didasari oleh:
ü Bagian
dari Ekosistem dapat
diidentifikasi, dihitung dan diklasifikasikan
:
Spesies mahluk hidup, individu,
tahap perkembangan, serta
komponen-komponen fisik (misalnya suhu, laju aliran) dan komponen kimia
dari suatu ekosistem.
ü Sebagai
cadangan energi, materi, dan informasi yang
dapat disimpan. Keberadaan cadangan
sangat penting untuk kelangsungan
fungsi ekosistem karena adanya cadangan akan memungkinkan ekosistem untuk beradaptasi.
ü Jaringan
komunikasi memudahkan pertukaran informasi,
materi, dan energi antara unsur-unsur dan cadangan. Jaringan makanan adalah contoh dari jaringan
komunikasi,
sangat populer pada literature/buku-buku ekologi. Contoh lainnya dari jaringan komunikasi adalah memungkinkan berkomunikasi di antara spesies
mereka sendiri (misalnya suara, feromon atau penglihatan).
ü Sebagai
faktor pembatas yang memisahkan ekosistem
dari lingkungan luarnya dan yang dapat mudah
diserap.
Ciri-ciri
fungsional dari ekosistem antara lain:
ü Proses
aliran masuk dan keluar pada
ekosistem mewakili hubungan antara
ekosistem dengan lingkungannya. Sedikit
banyaknya hubungan ini didasari
oleh kondisi apakah ekosistem tersebut
dapat terbuka terhadap dunia luar.
ü Berbagai
macam Aliran pada ekosistem : informasi , energi, atau elemen yang berputar
di antara cadangan. Aliran ini berputar dalam
suatu jaringan komunikasi dengan tahapan aliran tersebut diatur dan dikendalikan oleh sistem peraturan .
ü Putaran
Informasi yang dienal feedback berperan
penting dalam fungsi ekosistem dan menggabungkan peran
cadangan waduk dan aliran .
ü Proses
yang tertunda membuat adanya suatu penyesuaian dari waktu ke waktu yang diperlukan agar
prose tersebut efisien dalam
ekosistem.
2. KOMPLEKSITAS
Kompleksitas
adalah konsep lain yang sulit untuk didefinisikan dengan tepat, karena
termasuk bahasa keseharian kita. Kita
menggunakan kata tersebut untuk menyatakan kesulitan kita dalam menghadapi
situasi yang sulit untuk dianalisa. Banyak
literatur ekologi yang menyatakan bahwa sistem biologi dan ekologi adalah
kompleks.
Menurut
Serres dan Farouki (1997), sebuah struktur materi disebut kompleks jika, secara terus menerus:
ü Terdiri dari banyak elemen yang
memiliki banyak kelompok/kategori ;
ü Elemen-elemen tersebut dikelompokan dalam bagian-bagian
organisasi dengan tingkatan hierarki
ü Elemen-elemen
dan bagiannya terhubung oleh interaksi yang besar dan berlapis.
Kekompleksan ekosistem tersebut
antara lain dapat dilihat sebagai berikut (Jorgensen 1977)
ü Jumlah mahluk hidup dan spesies di bumi sangat besar dan mereka semua berbeda
. Spesies di
muka bumi berjumlah sekitar 107,
sedangkan individu adalah sekitar 1020. Besarnya jumlah spesies tersebut tentunya akan
melahirkan sejumlah besar hubungan
timbal balik. Dengan demikian, kompleksitas yang
terjadi merupakan dampak dari hubungan antara
individu, antara jaring makanan, serta antara organisme dan lingkungan abiotiknya
dalam ruang dan waktu. Pengamatan
ini telah memulai perdebatan tentang hubungan antara stabilitas ekosistem dan
keanekaragaman hayati, yang menghasilkan kesimpulan mengecewakan : tidak ada hubungan sederhana
antara keduanya.
ü Sistem yang kompleks terdiri dari berbagai variasi
komponen atau elemen yang memiliki fungsi khusus. Elemen
–elemen tersebut dihubungkan oleh sifat
alam dan intensitasnya yang dapat berubah dari waktu ke waktu . Hubungan seperti ini disebut non-linear
karena mereka mungkin tergantung pada variabel lain. Proses alam seperti perubahan
gelombang, putaran cairan, dan transportasi sedimen biasanya
terjadi secara non - linear (Werner
1999).
ü Ada banyak umpan balik dalam ekosistem. Secara khusus
memungkinkan organisme untuk merespon dan beradaptasi terhadap
perubahan pada kondisi lingkungan mereka . Karakteristik penting dari ekosistem yang kompleks pada
pemikiran proses yang tertunda
ini, menghasilkan perbedaan pada perputaran informasi serta alirannya, dan jangka waktu yang berbeda pada
cadangan penyimpanan.
Penundaan ini
memainkan peran penting dalam pengerasan dan penghalang menghalangi, dimana merupakan karakteristik ekosistem yang kompleks.
ü Komponen ekosistem (strukturnya) dan prosesnya diatur dalam suatu hirarki, dari gen ke masyarakat. Setiap tingkatan merupakan suatu unit yang dipengaruhi oleh tingkat yang lebih tinggi dan lebih
rendah dalam hirarki .
ü Terdapat heterogenitas (perbedaan) yang
terpisah dan sewaktu-waktu
berubah karena ekosistem merupakan sistem dinamis dimana semua komponen biotik dan abiotik
memodifikasi diri terus-menerus. Heterogenitas yang tinggi tersebut
secara umum menjelaskan keragaman jenis/spesies.
Tetapi hal ini menimbulkan kesulitan apabila ekosistem harus dimodelkan.
ü Ekosistem dan komponen biologis mereka " berkembang
" dalam jangka panjang menuju kompleksitas yang lebih besar . Semua
spesies dihadapkan dengan pertanyaan tentang bagaimana untuk bertahan hidup
dalam lingkungan yang berubah . Mutasi dan seleksi alam adalah dasar
dari evolusi dan munculnya spesies yang beradaptasi
lebih baik terhadap perubahan lingkungan dimana diketahui telah berubah terus-menerus di masa lalu di
bawah pengaruh faktor iklim (lihat Bab 17).
ü Arah dan bentuk perubahan yang mempengaruhi ekosistem tergantung pada
kondisi yang sudah ada. Hal ini sebagai pemikiran
dimana sejarah ekosistem merupakan faktor penting dari perubahan. Pentingnya kondisi awal telah disorot dengan teori
chaos.
ü Jadi, ekosistem yang kompleks adalah keseluruhan
jumlah dari bagian-bagiannya, tidak dalam sudut
pandang metafisik, tetapi darisudut pandang pragmatis. Mengingat sifat bagian dan hukum interaksi mereka, tidak
mudah untuk menyimpulkan sifat-sifat keseluruhan (Simon, 1962).
Contoh Bentuk Sistem yang Kompleks: Iklim
Iklim merupakan contoh dari sistem yang kompleks dengan beberapa
interaksi . Hujan yang jatuh di tanah memungkinkan pertumbuhan tanaman,
transpirasi (proses fisiologis) memberikan kontribusi dengan evaporasi (proses fisik)
untuk mengembalikan air dalam bentuk uap ke atmosfer. Uap air ini membentuk
awan yang mencerminkan bagian dari radiasi matahari terhadap atmosfer, sehingga
mengurangi masukan energi di permukaan bumi dan akibatnya mengurangi produksi primer. Namun uap air juga menyerap radiasi
infra merah yang berasal
dari matahari , sehingga menghasilkan efek rumah kaca yang mengubah suhu
di planet ini. Selain itu, beberapa
makhluk hidup menghasilkan yang disebut gas rumah kaca yang mempengaruhi
kehangatan planet ini . Perbedaan suhu di
permukaan bumi membuat perbedaan pada tekanan
atmosfir di permukaan bumi yang
menghasilkan angin dan tornado. Angin menciptakan
turbulensi yang berpengaruh pada evapotranspirasi dari permukaan tanah dan juga
berkontribusi terhadap sirkulasi samudera, yang pada gilirannya mempengaruhi
suhu global. Dalam siklus ini, terdapat keterlibatan yang konstan
dari bentuk awan, bentuk
permukaan bumi, radiasi atmosfer, dinamika lautan , dan proses biologis
seperti produksi primer , dimana keseluruhannya
terdapat dalam suatu interaksi (Rind
1999).
Lebih pragmatis, Pave (1994)
membedakan sebagai berikut :
ü Sebuah struktur yang kompleks yang berkaitan dengan
berbangai elemen yang berinteraksi. Ini
adalah gagasan topologi yang mungkin dihasilkan dari hubungan kompleks yang diteliti
antara elemen pokok. Ini sesuai untuk sistem alami untuk tata ruang yang
kompleks.
ü Sifat
yang kompleks berhubungan dengan ekosistem yang dinamis, akan menghasilkan parameter yang
berbeda dalam ekosistem. Perbedaan
sementara yang dinamis ini dapat merubah struktur (topologi atau spasial) dari sistem itu
sendiri.
Kesimpulannya,
interaksi antara bagian-bagian dari suatu ekosistem tidak hanya banyak tetapi juga
menyebar dari ruang dan waktu, yang membuatnya sangat sulit untuk diidentifikasi hubungan sebab-akibat antara mereka.
Gambaran perilaku dinamis ekosistem mengharuskan kita untuk menggunakan fungsi
non-linear, respon tertunda, dan sebagainya.
Dimana ketepatan prediksi kuantitatif tidak dapat dievaluasi
dengan metode statistik konvensional (Maurer 1998). Kita
masih sangat jauh untuk mengatasi kendala metodologis
ini, dimana tidak terdapat
dasar untuk pengembangan sistm ekologi.
Biokompleksitas
Biokompleksitas adalah istilah yang umum di Amerika Serikat yang dapat didefinisikan sebagai
interaksi antara kehidupan
dan lingkungannya. Kerumitan Biologis merupakan bentuk fungsi
dari interaksi antara kesatuan biologi di semua tingkatan
serta lingkungan biologi, kimia,
fisika,
dan manusia di semua tingkatan agregasi.
Dengan demikian ditemukan awal
dari perubahan fisika, kimia, biologi dan interaksi sosial yang berhubungan
dengan organisme biologis atau
organisme yang telah berubah
oleh organism itu sendiri termasuk manusia. Karakteristik dari biokompleksitas dapat dilihat
pada perilaku non - linear dan ketidakteraturan,
interaksi pada skala spatio-temporal yang berbeda,
ketidakpastian, dan kebutuhan atau pengetahuan tentang
ekosistem secara keseluruhan.
Mengingat
bahwa semua sistem biologis, dari mulai molekul hingga ekosistem, merupakan sesuatu yang kompleks, sangat sulit untuk mengerti peran dan pengaruhnya terhadap ekosistem. Dalam konteks ini, biokompleksitas disajikan sebagai
pendekatan sytemic dan multi-disiplin (yang melibatkan ahli biologi, geologi , kimia, fisika , sosiolog , ekonom , ahli
statistik , dan sebagainya). Kolaborasi ini membuat
penggunaan teknologi baru dengan maksud
untuk memahami fungsi dan kompleksitas ekosistem. Penelitian terhadap
biokompleksitas telah difokuskan, misalnya, pada
pertanyaan-pertanyaan berikut :
•
Bagaimana sistem
dengan makhluk hidup merespon dan beradaptasi terhadap
gangguan?
•
Apakah adaptasi dan
perubahan dapat diprediksi ?
•
Sampai sejauh mana
perubahan iklim dapat mengubah penyebaran dari suatu spesies?
•
Bisakah kita
memprediksi efek gabungan dari perubahan iklim dan sosial-ekonomi ?
•
Sejauh mana
keanekaragaman (spesies , genetik , budaya ) bekerja
pada stabilitas ekosistem ?
Pada
kenyataannya, biokompleksitas berfungsi
sebagai wadah atas tema utama yang dikeluarkan oleh National Science Foundation (NSF), yaitu perubahan global, keanekaragaman hayati, dan
dinamika ekosistem, atau bahkan dimensi manusia terhadap
lingkungan.
3 . TEORI INFORMASI DAN SIBERNETIK
Adanya kemajuan teori sibernetik, perkembangan
konsep fisika dan matematika, memberikan
alternatif untuk bidang
ekologi dalam memahami mekanisme yang bekerja didalam ekosistem. Sibernetik adalah ilmu
tentang proses komunikasi dan pengendalian
informasi. Menurut Engelberg dan Boyarsky (1979), esensi
dari sibernetik terletak pada jaringan komunikasi yang menjamin hubungan
antara bagian-bagian dari sistem untuk membuat keterpaduan secara keseluruhan. Fungsi jaringan komunikasi
ini adalah mengendalikan dan mengatur sistem untuk mengontrol aliran materi
dalam lingkungan tertentu.
Sibernetik, atau teori perintah dan komunikasi pada hewan dan mesin, diciptakan oleh
Norbert Wiener pada tahun 1948. Istilah sibernetika berasal dari kata Yunani, kubernesis, yang berarti
kemudi kapal dalam pengertian
umum berarti suatu tindakan untuk
mengarahkan atau mengatur (Durand 1996). Meskipun
definisi hibernetic yang diutarakan oleh wiener sangatlah luas, karena lebih menyangkut mesin dan hewan, yang
berarti lebih terbatas dan didasarkan
pada perintah-perintah terhadap perintah mesin. Namun, menurut Patten dan Odum (1981),
ekosistem adalah sibernetic
alam dimana interaksi
antara siklus materi dan aliran energi, di kendalikan
oleh jaringan
informasi, yang bergerak secara individu. Dalam sistem sibernetik, pergerakan
informasi
menjamin sebagian besar interaksi dan sambungan
antar subsistem dan
lingkungan. Pergerakan ini berkontribusi
terhadap kontruksi secara keseluruhan dengan didasari oleh keterkaitannya (satu sama lain).
Teori informasi dibangun
secara paralel
dengan sistem
sibernetik,
yang pada awalnya terlihat
hanya terdiri dari satu aspek . Tapi konsep baru ini memperluas
cakupannya.
Teori informasi telah dikembangkan
lebih jauh oleh
para ilmuwan insinyur telepon dari laboratorium “Bell
system”, dimana mereka tertarik dalam jaringan saluran dimana pesan disampaikan. Teori ini digunakan untuk memperkirakan keragaman
saluran pada jaringan, atau ukuran informasi yang dihitung oleh Shannon-Wiener.
Para ilmuwan
juga berusaha
untuk membangun hubungan antara keragaman saluran dan kemampuan dari saluran untuk
menyampaikan informasi. Dalam teori
komunikasi, jumlah informasi yang dibawa oleh sinyal didefinisikan sebagai fungsi
kebalikan dari probabilitas
(P) dari realisasi dari
suatu kejadian I
= f (1/P) . Dengan kata lain, ketika sebuah peristiwa terjadi ia
membawa informasi sebanyak mungkin
yang mustahil sebelumnya
(Frontier, Pichod - Viale 1998) .
Teori
sibernetik dan
informasi, secara bertahap muncul pada tahun 50-an. Teori ini pada
akhirnya akan
berintegrasi dengan
konsep
organisasi individu
seperti yang
disorot oleh Nicolis,
Prigogine (1977)
dengan sistem disipatif.
Indeks keragaman Shannon.
Salah
satu cara untuk menentukan keragaman spesies dalam ekosistem adalah dengan mengukur jumlah
informasi yang
dibawanya, dalam arti teori informasi.
Secara khusus,
indeks keanekaragaman Shannon
digunakan
untuk mengukur keragaman dalam komunitas biologis dengan menggabungkan dalam suatu estimasi indeks global dari kekayaan spesies dan dari besar kecilnya keteraturan dari distribusi individu antar spesies. Terdapat literatur ekologi yang
banyak dalam teknik dan cara menerapkan konsep
ini. Pada umumnya hasilnya
berbeda karena
kita sering berakhir dengan pengamatan sepele yang bisa dibuat secara
independen dari semua perlakuan
matematis. Seperti proses yang merubah
informasi
dasar, baik dalam seri kronologis atau perbandingan pengamatan, dengan
mempelajari kekayaan spesies yang terkait dengan analisis faktor yang
memungkinkan klasifikasi berdasarkan sifat
dan kelimpahan
relatif spesies. Memang benar bahwa analisis faktorial muncul secara kronologis
pada indeks Shannon .
Saat
ini, ahli ekologi
mungkin berfikir bahwa
hal ini hanya
membuang-buang waktu mereka. Tetapi beberapa dari mereka percaya bahwa informasi Shannon yang mengukur stabilitas fenomena pada
jaringan
telepon juga dapat digunakan untuk menggambarkan stabilitas dalam sistem biologis (Colinvaux
1982). Kenyataannya, sistem yang bekerja
melalui jaringan
kabel mencerminkan pilihan yang
mungkin untuk perputaran informasi atau energi sehingga
menjadi lebih
stabil apabila jaringan
tersebut memiliki
lebih banyak persimpangan. Oleh karena itu, kesalahan terletak pada menentukan tanaman dan hewan yang mempunyai peran yang
sama pada jaringan makanan jika
dibandingkan dengan persimpangan pada
jaringan telepon.
Di alam, sebaliknya, organisme memblokir aliran dengan menyimpan
nutrisi daripada meneruskan
aliran nutrisi.
Analogi antara sistem
telepon dan ekosistem terlalu jauh yang
menyebabkan ketidakonsistensian yang berpendapat
bahwa
organisme hidup berperilaku berbeda
dengan yang mereka perkirakan.
3.1 Umpan balik
Pada
sistem
sederhana dari sebab dan akibat,
input (energi,
materi, informasi) berasal dari lingkungan menimbulkan
respon dari
sistem yang pada gilirannya akan
menghasilkan energi,
materi, dan informasi kepada
lingkungan (Gambar
1a). Dalam sistem yang lebih kompleks, sebuta input dapat ditentukan, setidaknya sebagian, oleh output
(Gambar 1b) . Hal ini dikenal sebagai umpan balik .
Sistem cybernetic adalah sistem retroaktif di mana
jaringan informasi tertutup. Tindakan dari setiap elemen pada sistem merupakan
pengaruh dari elemen lainnya. Karena adanya umpan balik, hasil dari suatu aksi dikembalikan kepada
akhir input dari
sistem dalam bentuk informasi. Ide
dari
umpan balik mematahkan
teori
kausalitas linear
; sebab dari akibat dan akibat dari sebabnya. Bentuk
dari peraturan (konsep) ini membuat sistem tersebut
autonomous.
Sebuah
umpan balik
disebut positif jika perubahan
mengarah ke
tindakan yang berlangsung dalam arah yang sama seperti tindakan utama. Efek akan
terjadi secara kumulatif. Misalnya, spesies bersaing untuk mendapatkan sumber daya yang sama, penurunan kepadatan satu spesies
(A) menguntungkan spesies lain, yang jumlahnya
meningkat,
yang memberikan kontribusi untuk melemahkan spesies A pada masa yang akan datang. Pemikiran dari umpan balik yang
positif telah diperluas untuk organisme yang mendapatkan keuntungan dari yang lain melalui interaksi dari jenis simbiosis mutualisme. Peran dari
kompetisi
telah banyak
dipelajari oleh berbagai komunitas, peran interaksi positif mungkin kurang dianggap oleh para ahli ekologi karena
dirasakan hanya
memerankan peran kecil dalam komunitas
alam (Stone, Weisburg 1992). Komunitas alam menjadi wilayah yang belum tereksplorasi .
Di sisi lain, kondisi baru memiliki hasil untuk memicu ke arah kebalikan dari fenomena sebelumnya, yang disebut umpan balik negatif.
Umpan balik disebut negatif jika perubahan mengarah pada munculnya kekuatan
yang menentang atau memperlambat terjadinya
perubahan,
yang menghasilkan aturan
fenomena
(Frontier,Pichod-Viale 1998). Misalnya, peningkatan biomassa
fitoplankton mengarah pada pengurangan
garam hara,
yang akan memperlambat peningkatan populasi zooplankton yang memakan
fitoplankton, yang juga akan memperlambat peningkatan dari biomassa fitoplankton. Hubungan mangsa - pemangsa mempunyai aturan pada setiap elemen dalam
rantai (makanan), yang mengarah ke umpan balik negatif. Efek dari umpan
balik negatif ini adalah untuk menstabilkan sistem cybernetic, untuk mengatur dan menentukan
fungsinya.
Ketika sistem ini terganggu, umpan balik mengurangi efek gangguan dengan mengatur
variabel-variabel tertentu, dimana
secara bertahap akan mempertahankan keseimbangan dalam
sistem. Hal ini disebut resistensi, sebagai kebalikan dari ketahanan dalam perbedaan yang dibuat oleh ahli ekologi antara
kedua bentuk stabilitas (lihat Bab 10).
3.2 Jaringan informasi dalam ekosistem
Fungsi utama dari suatu ekosistem adalah untuk menjamin kehidupan yang
abadi. Haruslah jelas sisa
dari siklus
biologi yang ada dan mengubahnya menjadi bentuk yang memungkinkan sisa itu untuk digunakan kembali. Oleh karena itu, fungsi dasar dari sebuah
jaringan ekosistem
adalah yang melibatkan aliran energi (hubungan trofik) dan siklus materi (proses mineralisasi). Menurut Patten, Odum (1981), namun, ada juga jaringan informasi yang disertakan pada jaringan dasar yang
membantu untuk
mengatur alirantersebut. Tanpa jaringan informasi, alam akan menjadi kacau dan
tidak teratur .
Benang merah
dari alam yang disebutkan
pada jaringan
ini (Odum 1971) adalah semua faktor, proses, dan interaksi
yang terlibat dalam pengendalian aliran materi dan energi.
Misalnya, semua jenis
penggunaan
lingkungan fisik (udara, air, tanah, sedimen) serta berbagai visual, mekanik, pendengaran, penciuman, pengecapan dan sinyal lain yang
membantu mengatur arus zat dan energi dalam biosfer .
Yang
perlu disebutkan pada bagian
ini bahwa bagian lain dari
sistem
informasi adalah perubahan
yang kecil dapat menyebabkan dampak
yang
signifikan. Banyak zat biokimia yang aktif pada tingkat rendah dapat terdeteksi. Perilaku organisme, warna tubuh , feromon, dan banyak
sinyal lain dapat menimbulkan respon langsung atau tidak langsung dalam
berbagai komponen dari sistem. Tampaknya bahwa perubahan dari sinyal masih
dapat diterima oleh alam. Ahli
ekologi pada umumnya memperhitungkan unsur-unsur dalam individual dengan cara masing-masing, dibandingkan
dengan untuk
memahami peranan
sinyal-sinyal tersebut secara kolektif di
dalam keseluruhan
ekosistem. Penjelasan dari jaringan komunikasi yang luas dalam struktur ekosistem mungkin akan menjadi fokus penelitian
dalam beberapa dekade mendatang.
3.3 Jaringan
komunikasi dalam ekosistem
Komunikasi dapat didefinisikan secara sederhana sebagai aliran dari pemancar ke
penerima .
Pemancar harus memiliki mekanisme tertentu untuk menghasilkan rangsangan dan
penerima harus memiliki reseptor khusus yang memungkinkan untuk menangkap
sinyal-sinyal dan merespon
secara khusus
: pesan antara individu dari satu spesies atau spesies yang berbeda, pesan serangan, kerja sama, penyerahan, takut, marah, pesan rayuan dalam
kaitannya dengan reproduksi, atau pesan yang
berkontribusi
terhadap struktur kehidupan sosial. Kehidupan yang
kita ketahui telah terstruktur secara
kuat oleh
sistem komunikasi yang sudah
lama diketahui.
Bukti dari berbagai komunikasi antar spesies (Damet,Tordjman 1992) mendukung hipotesis Patten dan Odum (1981)
tentang sifat cybernetic ekosistem
alam.
Peran dari jaringan komunikasi ini
antar dan di
dalam spesies dalam dinamika ekosistem perlu dipelajari secara serius. Beberapa contoh di bawah ini dimaksudkan
untuk menggambarkan kemajuan terbaru dalam ilmu
ini .
a)
Komunikasi dalam dan di antar spesies pada sistem
aquatik.
Dalam
sistem air, ada berbagai macam sinyal komunikasi.
-
Sinyal visual digunakan dalam air yang cukup jelas
sehingga dapat dirasakan.
Di banyak spesies ikan, perkawinan
diawali dengan menggunakan sarana visual, pergerakan, warna, dan posisi lawan jenis.
-
Sinyal
kimia membutuhkan substansi yang luas tetapi biasanya lambat dan tidak secara
langsung. Komunikasi oleh media kimia
diketahui sebagai pertukaran (komunikasi) pertama antara spesies dan individu
(Saglio 1992).
-
Sinyal listrik terutama dikembangkan pada spesies ikan
tertentu , terutama yang termasuk
family Mormyridae, yang menggunakan sinyal
secara terus menerus (Kramer 1990). Sinyal tersebut
memungkinkan spesies ini hidup di air keruh, untuk mempertahankan
hubungan
sosial.
-
Sinyal Suara dan getaran yang diketahui digunakan pada
vertebrata dan invertebrata. Suara disebarkan lebih cepat dalam air (1500 m/ detik) daripada di udara, sehingga merupakan sarana yang baik
untuk komunikasi di jauh jarak saat komunikator tidak terlihat. Pada
kenyataannya, sistem
aquatic terlihat lebih berisik daripada yang kita
percaya sekarang.
Banyak spesies ikan yang
dapat mengeluarkan suara atau sinyal lain, terutama dari
getaran yang ditimbulkan oleh insang.
Selama beberapa tahun terakhir, banyak kemajuan telah
dibuat dalam pemahaman transfer informasi antara organisme melalui zat-zat
kimia. Komunikasi interspesifik dengan zat kimia tampaknya mengontrol
distribusi spasial pada
banyak spesies
plankton. Hal ini mungkin menjadi asal dari berbagai
bentuk distribusi
spasial yang sebelumnya dianggap sebagai konsekuensi dari faktor abiotik (Larsson, Dodson 1993). Terdapat pola harian dari
migrasi
vertikal oleh spesies phytoplankton dan zooplankton untuk menghindari predator (Jones
1993; Lampert 1993).
Reaksi ini memungkinkan
untuk merubah fungsi
dari ekosistem aquatic
dengan cara transfer nutrisi antara permukaan dan perairan yang lebih
dalam. Setidaknya terdapat
empat jenis
sinyal utama yang digunakan dalam lingkungan
aquatik.
-
Kandungan alarm yang
dihasilkan dari jaringan ikan yang
terluka menyebabkan reaksi ketakutan (Carr 1988; Smith 1992) dan fenomena serupa telah diamati
dalam invertebrata (Hazlett
1990).
Organisme
bentik dapat berubah microhabitats di sungai ketika mereka melihat sinyal kimia
yang dipancarkan oleh predator ( Carr 1988) .
-
Penolakan
juga dapat
digunakan oleh mangsa untuk menjauhkan
predator.
Banyak ganggang yang
beracun untuk
zooplankton tetapi
terdeteksi bahwa ganggang tersebut
beracun dan
menghindari untuk
memakannya (Larsson, Dodson 1993). juga terlihat
bahwa
kehadiran cyanobacteria akan
merubah laju
filtrasi dan pemilihan mangsa di krustasea planktonik (De Mott et al. 1991) . Respon ini dapat mengubah efisiensi transfer
energi antara produsen primer dan konsumen . Pencarian atas fitoplankton bukanlah
masalah hanya
kuantitas tetapi juga masalah
kualitas :
zooplankton dimakan
oleh beberapa spesies
phytoplankton yang hadir .
-
Kairomones
dihasilkan oleh predator yang membuat perubahan reaksi dari karakteristik
sifat, bentuk dan biologis dari spesies buruannya (Dotson et al 1994). Sebagai
contoh kandungan yang dikeluarkan oleh Daphnia membuat reaksi morfologi dari
alga hijau spesies Scenedesmus, dengan formasi koloni sebanyak 4 – 8 sel dengan
bentuk lebih panjang dan lebih runcing (Hessen dan Van Donk 1993). Dapat
terlihat bahwa kehadiran
rotifera dan copepoda juga bisa menyebabkan
pembentukan
koloni pada Scenedesmus. Dalam beberapa spesies Daphnia, kehadiran predator
seperti larva Chaoborus atau ikan telah terbukti menyebabkan munculnya
taji pelindung kepala dan cephalic (Tollrian, 1994). Selain itu, banyak
penelitian telah membuktikan pengaruh dari
zat yang dikeluarkan oleh predator tergantung
dari kedewasaan dan
kesuburan dari Daphnia ( Lampert , 1993).
-
Beberapa zat memilih habitatnya : banyak
species dari invertebrata aquatic
yang sessile pada
fase dewasa,
tetapi mempunyai
tahapan plankton
yang memudahkan dalam penyebaran populasi. Telah terbukti bahwa larva
coelentera ,bryozoa , Annelids ,echinodermas , dan hewan lainnya menggunakan sinyal kimia untuk
memilih habitat yang cocok pada
fase dewasa
(Carr 1988) .
b).
Komunikasi
dalam tanaman terestrial
Seperti dengan hewan, tanaman individu dapat saling
berhubungan dan berkomunikasi dengan berbagai cara :
- Dengan sistem akar mereka .
-
Dengan mediasi
organisme seperti jamur mikoriza yang dapat membangun hubungan antara tanaman,
yang memungkinkan mereka untuk berkomunikasi dengan satu sama lain. Hubungan tersebut tidak terbatas hanya pada hubungan sejenis tetapi mungkin terhadap tanaman yang berbeda spesies. Dalam kedua permasalah tersebut, perpindahan
zat ( mineral,
karbohidrat ) telah terbukti .
- Udara atau air juga dapat menyebabkan transfer unsur kimia dari satu tanaman ke tanaman yang lain. Contohnya
adalah peran
zat yang mudah menguap seperti etilen (Mattoo, Suttle
1991), yang
menginduksi serangkaian perubahan fisiologis pada tanaman.
Hubungan antara tanaman sebagian besar telah dipelajari
dalam konteks nutrisi
dan persaingan.
Penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa komunikasi terkait dengan zat volatil
yang berasal dari tumbuhan memungkinkan
untuk membuat tumbuhan yang tidak lengkap untuk memicu mekanisme pertahanan ketika mereka dekat
tanaman yang utuh (Bruin et al. 1999).
Tergantung dari kita untuk mengetahui
secara detail
mengapa dan bagaimana zat volatil yang dipancarkan oleh tanaman yang berada di
bawah tekanan dan bagaimana tanaman sehat menggunakan informasi ini.
Tetapi kejadian ini tampaknya sangat
sulit untukdibuktikan. Ini dapat dianggap bahwa tanaman mampu mengantisipasi risiko tertentu
melalui sinyal-sinyal ini, yang menginformasikan penerima ancaman yang akan
datang . Dalam kasus interaksi tanaman predator , misalnya, tanaman reseptor
dapat mencurahkan sebagian besar energi mereka untuk mekanisme pertahanan
seperti peningkatan tingkat racun , inhibitor pencernaan , pengusir , atau
pertahanan tidak langsung .
3.4 Kohesi Sibernetik Ekosistem
Dalam penelitian terbaru, gagasan Patten dan Odum bahwa ada jaringan
komunikasi yang
disertakan melalui
jaringan materi dan aliran energi tampaknya samgatlah
dimungkinkan. Meskipun banyak penemuan yang masih harus dibuktikan, hasil yang diperoleh sejauh ini tampaknya membuktikan
bahwa komunitas spesies tidaklah
terbentuk secara acak dimana mereka independen satu sama lainnya. Ada interaksi yang kuat dan beragam antar spesies,
apakah mereka termasuk dalam kelompok taksonomi yang sama atau kelompok yang
berbeda . Interaksi ini disajikan dalam keberadaan berbagai sinyal yang menjaga
kohesi dari komunitas tumbuhan dan/atau merubah perilaku dan biologi
dari spesies. Terdapat banyak hubungan simbiosis mutualistik yang berkontribusi
untuk memberikan keseluruhan kohesi yang
lebih baik
Semua interaksi ini tampaknya ada di semua lingkungan dan
untuk semua kelompok . Kita dapat berbicara tentang kohesi cybernetic, yang
berasal dari jaringan koneksi tak terlihat di antara komponen biotik suatu
ekosistem. Masalah ini masih perlu
untuk dieksplorasi
tetapi batasannya
harus menjadi focus utama penelitian dalam dekade mendatang. Para ilmuwan sedang
meneliti peran zat kimia sintetik atau produk mereka yang mungkin berperan pada kohesi cybernetic ekosistem. Dapatkah senyawa buatan dibuat dengan
meniru bahan
alami atau sifat alami
spesies? Pertanyaan
ini bukan tanpa dasar .
4 . INPUT TERMODINAMIKA
Dalam mencari hukum-hukum universal alam, beberapa ahli
ekologi telah meneliti kemungkinan hubungan antara termodinamika dan keteraturan
biologis (Jorgensen 1997;
Patten
et al.
1977;
Straskraba et al
1999).
Termodinamika menekankan dualitas mendasar antara proses yang merupakan sumber
ketertiban dalam sistem dan kecenderungan untuk gangguan (peningkatan entropi).
Dua prinsip tersebut
merupakan dasar termodinamika klasik. Mereka mengatur semua transformasi
fisikokimia yang terjadi dalam sistem fisik dan yang pada dasarnya terisolasi
atau sistem tertutup .
-
Prinsip pertama atau hukum kekekalan energi yang
menyatakan bahwa energi dapat ditularkan dari satu sistem ke sistem lain dalam
berbagai bentuk,
tetapi tidak
dapat dimusnahkan atau diciptakan. Hasilnya adalah jumlah energy yang ada
di alam
semesta adalah tetap/konstan .
-
Prinsip kedua , dalam versi asli , menggambarkan perubahan ireversibel dari sistem yang tertutup menuju keadaan akhir dari kesetimbangan termodinamika
dengan adanya peningkatan entropi, yang merupakan ukuran dari gangguan
materi dan energi dalam sistem. Dari pengamatan bahwa panas tidak pernah
bergerak secara spontan dari tubuh yang dingin terhadap tubuh yang panas, prinsip kedua ini menegaskan juga bahwa transfer
energi ireversibel dalam proses alam. Selama proses yang terlibat dalam
transformasi energi, energi berkualitas baik
akan menurun menjadi
energi yang kurang berkualitas.
Namun, termodinamika klasik dari
fisika adalah ilmu keseimbangan, dari
pernyataan akhir yang tidak mengalami perubahan reversibel, di mana faktor waktu tidak pernah muncul
secara nyata. Ini tidak terjadi pada dunia yang
kita tempati. Pertanyaan mendasar adalah apakah dengan demikian hukum ini benar-benar berlaku untuk sistem ekologi
4.1. Prinsip-prinsip
dasar termodinamika
a. Sistem terbuka dan tertutup
Sistem terisolasi
didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana interaksi dengan lingkungan sedemikian
rupa sehingga tidak ada pertukaran materi atau energi dengan dunia luar. Sistem tersebut bersifat abstrak dan digunakan dalam hukum fisikokimia, tetapi hampir tidak ditemukan dalam ekologi. Di sisi lain sistem tertutup energi pertukaran
juga terjadi, tetapi tidak berhubungan
dengan dunia luar. Pada sistem terbuka terjadi
pertukaran energi
dan materi dengan lingkungannya. Dengan demikian, bumi secara keseluruhan (biosfer)
adalah sebuah
sistem tertutup yang menerima energi radiasi matahari dan memancarkan radiasinya, tanpa adanya pertukaran materi dengan ruang (atau pertukaran dapat
diabaikan) (Gambar 2). Sebaliknya, banyak sistem ekologi yang menganut sistem terbuka dalam
pertukaran
materi dan energi dengan sistem lainnya.
Gambar 5.2. Diagram fungsi termodinamika
biosfere. Energi matahari
ditransformasikan ke biosfere dan panas diradiasi ke bumi
b.
Konservasi
energi
Hukum thermodinamika pertama, dikenal dengan hukum Carnot, yang
dinyatakan pada tahun 1824, yang menegaskan bahwa jumlah total alam semesta adalah tetap/konstan. Dalam prinsip konservasi energi tersebut
menjelaskan bahwa energy tidak dapat diciptakan tetapi potensi energy dapat
diubah dari satu bentuk kebentuk energi lainnya. Hal ini menggambarkan
kesetaraan dari berbagai bentuk energi (seperti energy radiasi, mekanik,
listrik, suhu, kimia) dan hukum yang menerapkan perubahan ini. Perubahan energi dalam sebuah sistem (∆E)
setara dengan jumlah kerja yang dikeluarkan oleh sistem (∆W) ditambah energy yang dilepaskan
(∆Q) didalam atau diantara sistem : ∆E = ∆W + ∆Q. Sebagai contoh, perubahan energi matahari menjadi energi
kimia pada tanaman adalah sesuai dengan prinsip thermodinamika pertama: energi
matahari yang digunakan untuk proses fotosintesis adalah setara dengan jumlah
energi kimia yang digunakan untuk merubah zat-zat organic ditambah energy yang
digunakan untuk proses respirasi. Keseimbangan
energi pada rantai makanan juga didasari pada prinsip konservasi dan
transformasi energy.
c.
Keseimbangan
dan entropi dalam hukum termodinamika
Pada tahun 1848, James Joule melakukan penelitian tentang pertukaran timbal balik panas menjadi kerja dan sebaliknya. Tetapi penelitian dari pertukaran energi dalam mesin thermal juga membuktikan adanya
tingkatan dari berbagai bentuk energi. Energi mekanik, kimia, atau listrik dapat dirubah menjadi panas, tetapi transformasi
balik (dari panas menjadi kerja mekanik) tidak dapat dilakukan sepenuhnya tanpa
input/tambahan
energy luar dan tanpa adanya energi yang hilang dalam bentuk energy
panas yang
tidak kembali. Setiap perubahan energi menganut sistem tersebut yaitu energi tingkat tinggi akan berkurang yang tidak dapat
dirubah menjadi energi tingkat rendah. Energi tidak hilang tapi menjadi tidak tersedia untuk melakukan kerja. Photon yang berenergi tinggi dari spektrum matahari dirubah menjadi photon energi inframerah yang lebih rendah: 20 photon inframerah dihasilkan untuk setiap photon energi matahari yang terdegradasi. Prinsip kedua
diperkenalkan dimana tidak terdapat kesamaan yang mendasar dengan hukum yang pertama, antara bentuk umum dari energi dan panas, yangmana hasil yang paling
banyak berkurang dari bentuk itu (Boutot 1993).
Hukum termodinamika kedua atau hukum degradasi energi memperkenalkan fungsi baru dari sistem,
entropi (dari bahasa Yunani “entrope” yang berarti perubahan), yaitu sebuah pengukuran untuk kualitas energi yang secara sederhana diartikan sebagai sebuah ukuran kekacauan/ketidakberaturan. Hal ini menunjukkan bahwa pada sistem terisolasi, tanpa adanya kekuatan dari luar, energi berkembang secara spontan terhadap keadaan
kesetimbangan termodinamika, yangmana kenaikan entropi terjadi secara monoton dan tidak kembali hingga mencapai batas maksimal. Hal ini
terjadi karena adanya pemborosan dari energi dan massa, yaitu proses di mana terjadinya penurunan energi. Hukum peningkatan entropi adalah sebuah hukum dari peningkatan ketidakteraturan: dalam kesetimbangan termodinamika, sistem ini
secara definisi
tidak lagi berevolusi
dan secara
teoritis ditemukan keadaan degradasi
yang lengkap
ditandai oleh sebuah
nilai dari semua parameter termodinamika (misalnya suhu, tekanan). Kedua prinsip termodinamika tersebut mempertanyakan tentang
teori Newton yang menyatakan
bahwa sistem adalah tertutup, deterministik, reversibel dan
universal. Secara khusus, prinsip dari reversible dipertanyakan pada prinsip termodinamika kedua, dapat dilihat pada contoh sebagai berikut : waktu tidak dapat diubah,
sehingga semua proses bergerak dalam satu arah yang
tidak dapat dikembalikan karena hal tersebut melanggar hukum termodinamika kedua
(Jorgensen 1997) .
Hukum termodinamika ketiga, kurang dikenal dibandingkan hukum pertama
dan kedua, yang mana menetapkan bahwa produksi entropi merupakan
fungsi dari suhu. Ketidakteraturan tidak akan ada
pada nilai nol (-273,15 ° C) tetapi muncul dengan
meningkatnya suhu.
4.2 Pemborosan sistem dari termodinamika
Hukum termodinamika dan evolusi biologi sama-sama ditemukan pada abad 19-an. Dalam hal ini hukum termodinamika menyatakan tentang kecenderungan ketidakteraturan dalam
evolusi pada sistem fisika, sedangkan konsep perubahan evolusi dalam biologi dikaitkan dengan adanya peningkatan organisasi, pembentukan
struktur yang semakin kompleks. Peningkatan dari sistem yang sangat teratur itu tampaknya bertentangan dengan prinsip kedua
termodinamika bahwa setiap sistem yang makroskopik akan berkembang menuju keadaan kesetimbangan ditandai dengan
peningkatan entropi, dalam hal ini penurunan susunan. Selanjutnya bagaimanakah mekanisme dalam mempertahankan organisasi dari suatu makhluk hidup?
Dalam
sistem ekologi
untuk mempertahankan organisasi dan struktur
internalnya (organisasi
dalam ruang dan waktu) perlu dijaga pada tingkat entropi yang
rendah. Dalam
kenyataannya, sebagaimana
pernyataan Frigogine (1968), sistem kehidupan tidak bisa disejajarkan
dengan prinsip isolasi termodinamika tetapi hanya untuk membuka atau menutup
ekosistem berkaitan dengan interaksinya
terhadap lingkungan
luar. Sistem terbuka, sejauh penerimaan energi dan massa dari luar masih cukup besar untuk tetap konstan, mungkin
cenderung menuju
ke arah keadaan yang seimbang dibanding dengan kesetimbangan termodinamika. Hal ini adalah keadaan yang seimbang dari
ketidakseimbangan. Adanya pertukaran dengan lingkungan eksternal memungkinkan
untuk mengantisipasi
hukum peningkatan entropi yang terdapat pada hukum termodinamika kedua dalam sistem terisolasi. Dalam termodinamika,
sistem yang
mendapat gangguan energi disebut sistem disipatif. Struktur sistem disipatif (yangmana energi tidak kekal) berhubungan dengan
prinsip yang sama sekali berbeda dari urutan, yang terjadi karena adanya fluktuasi. Sistem tersebut
dipengaruhi oleh adanya aliran energi dan akan hilang ketika aliran energi itu sendiri
menghilang.
Sistem ekologi menyebabkan biosfer (kehidupan mahluk hidup) tetap ada dan akan tetap mempertahankan keberadaannya dengan cara aliran energi yang memungkinkan sirkulasi massa dan informasi.
Hal tersebut akan terjadi dengan adanya pertukaran energi dan massa yang yangmana keseimbangan jauh dari yang dapat dicapai dan dipertahankan berdasarkan prinsip
keseimbangan termodinamika. Kondisi tersebut mendasari
bahwa karakter dari sistem ekologi merupakan fungsi dari sistem itu sendiri. Tanpa adanya masukan energi secara terus-menerus akan menyebabkan penurunan
energi yang cepat.
Ekodema
Johnson (1981) mendefinisikan ekodeme adalah sebuah kelompok individu yang sama berinteraksi
dengan satu sama lain dalam batas-batas yang dikenakan oleh batas-batas ruang ekologi mereka, menyajikan karakteristik
struktur disipatif fungsional dan terorganisir yang mungkin aktif memperoleh
energi dan melestarikannya. Ecodeme berhubungan dengan cara sebuah populasi (kumpulan individu dari spesies
tunggal) yang mengkonsumsi energi , mengumpulkan bagiannya dalam bentuk biomassa dan menggunakan
bagian lain untuk mempertahankan biomassa itu sendiri. Contoh dari ecodeme adalah populasi ikan
terdiri dari individu besar ukuran relatif seragam yang
dapat
terlihat, seperti dalam danau alam Arktik (Johnson 1994). Struktur ini, ditandai dengan frekuensi ukuran, tampaknya stabil dari waktu ke
waktu dan dapat dibandingkan dengan klimaks ekologi tanaman, yaitu keadaan stabil yang dapat bervariasi sesuai dengan
tempat, sebagai fungsi dari spesies yang ada pada lingkungan tersebut. Struktur ini juga sesuai dengan prinsip
energi disipasi (entropi kecil) untuk input energi yang diberikan. Usia individu mengurangi metabolisme dan rata-rata pembaharuannya rendah (P/B). Danau Arctic bukan merupakan kejadian terisolasi dan merupakan sistem telah diamati di berbagai belahan
dunia. Secara teoritis, suatu ekosistem terdiri
dari satu set ecodema yang berinteraksi dengan cara yang berbeda.
Kecenderungan dari ecodeme untuk mendekati keadaan yang sedikit entropi akan diimbangi oleh sistem secara keseluruhan, yang cenderung
sebaliknya menuju keadaan entropi yang lebih besar. Johnson (1994) akhirnya
mengembangkan teori bahwa ekosistem adalah hasil dari dua berlawanan tapi hampir
setara - kekuatan: satu cenderung meningkatkan energi dalam sistem dan menunda
transfer (kasus ecodemes), sementara yang lain cenderung mempercepatnya. Dengan
demikian, ekosistem adalah berada pada persimpangan dari dua kecenderungan yang berlawanan. Di satu
sisi, suksesi dalam skala dari waktu ekologi cenderung menuju keadaan stabil, klimaks. Kecenderungan yang paling dominan adalah
yang menuju ke arah homogenitas. Di sisi lain, diversifikasi pada
skala evolusi dengan peningkatan jumlah spesies dan kompleksitas cara di mana
energi perjalanan , mempunyai kecenderungan untuk meningkatkan aliran energi di seluruh sistem .
Perubahan entropi dalam sistem disipatif
disajikan dalam bentuk keseimbangan antara sebuah aliran energi entropi rendah yang berasal dari
sumber eksternal dengan sistem persilangan serta produksi dari entropi dalam sistem itu sendiri (Nicolis, Prigogine 1977). Ini adalah sistem " input-output " (Patten et al. 1997) di mana proses anabolik dan katabolik saling
bertentangan. Pembentukannya cenderung untuk membangun sebuah struktur jauh dari
kesetimbangan termodinamika, dimana kemudian membawa sistem tersebut menuju kesetimbangan termodinamika. Isi dari rantai makanan mencakup pertimbangan berikut:
-
Sumber dari energi entropi rendah adalah radiasi matahari (foton energi tinggi) .
- Anabolisme (tahap pengisian) adalah penggabungan energi berkualitas tinggi
ke dalam struktur biokimia, yang menjaga sistem jauh dari kesetimbangan
termodinamika.
-
Katabolisme (tahap pengurangan) sesuai dengan kerusakan struktur dengan
pelepasan akumulasi energi kimia dan perubahannya ke dalam proses dan panas dari banyaknya perubahan geokimia, biokimia, dan biogeokimia.
-
Pemborosan dari energi yang terdegradasi dari bentuk panas ke udara (Photon energi rendah).
Rangkaian ini disebut oleh Patten et
al . (1997) sebagai penurunan energi dalam jaringan makanan. Berbagai tahapan dari rangkaian diatur
dalam siklus umum, sebuah siklus perputaran energy charge-discharge yang merupakan bentuk dasar dari fungsi energi pada ekosistem. Setiap sel atau organisme
memiliki siklus charge-discharge sendiri. Pada tahapan charge ekosistem, bahan organik dan anorganik
dari biosfer disintesis beberapa kali dalam bentuk jaringan energi tinggo dalam siklus produksi primer dan sekunder.
Biomassa kemudian berubah menjadi proses dan panas selama tahapan discharge. Dengan demikian, organisme, ekosistem dan biosfer memiliki kesamaan karakteristik termodinamika
yang penting, untuk menciptakan dan mempertahankan tingkat tinggi organisasi (atau
kondisi entropi rendah) dengan cara degradasi energy tinggi secara terus menerus (cahaya dan nutrisi) menjadi
energi rendah (panas), yang hilang keluar dari sistem (Jorgensen 1997). Untuk ini, sistem harus terhubung ke sumber
energi entropy rendah untuk menurunkan radiasi
dari entropi tinggi, sebagai contoh yang berhubungan dengan ekosistem, yaitu kejadian
radiasi matahari dan gelombang radiasi yang hilang di alam semesta. Ini adalah katabolisme dari ekosistem
(respirasi) yang terus-menerus menghasilkan gangguan (panas) yang dilain pihak memungkinkan untuk mempertahankan ekosistem itu sendiri (matahari).
Harus diingat bahwa keberadaan sumber energi tidak cukup. Faktor paling penting adalah adanya suatu
sistem yang mampu mengubah energi menjadi kerja, sedemikian rupa untuk
membangun dan memelihara sistem kehidupan yang kompleks, dari besar hingga yang kecil. Dengan demikian, bumi adalah sistem
termodinamika terbuka karena mendapat energi yang tinggi dari matahari. Sistem bumi harus mengurangi secara bertahap semua bagian-bagian fisika dan kimia yang tersedia. Dalam arti yang rumit, dapat disebutkan bahwa kehidupan di bumi adalah suatu cara untuk menjamin disipasi energi dari
matahari. Bahkan, kehidupan bukan hanya sebuah sistem terisolasi (tertutup) tetapi mempunyai hubungan dengan proses disipasi gradien
termodinamika (Jorgensen 1997). Menurut hipotesis ini, pertumbuhan,
perkembangan, dan evolusi dijelaskan dalam perspektif dari pemborosan energi. Sistem tersebut berkurang secara besar terbawa dengan yang lain (Schneider, Kay
1994) .
Organisme hidup dan ekosistem menyajikan
banyak karakteristik dari struktur disipatif. Mereka memiliki kecenderungan untuk
mendekati kondisi
produksi entropi terendah dalam perkembangannya, mengingat bahwa tingkat metabolismenya menghilang dari waktu
ke waktu, sementara mereka menumpuk energi biomassa .
Pada saat dewasa, organisme memasuki keadaan stabil dimana gangguan dapat menimbulkan peningkatan
metabolisme, tetapi metabolisme kembali secara cepat ke tingkatan awal ketika gangguan tersebut berhenti. Ketika gangguan tetap di dalam batas-batas yang kompatibel dengan
kelangsungan hidup dari sistem biologi, oganisme yang lain dimana produksi entropi lebih sedikit dapat diproduksi dalam kondisi ini. Namun, setidaknya dua karakteristik
struktur disipatif
akan hilang dalam sistem biologi atau ekologi : yang pertama
adalah kontinuitas, karena masa hidup mereka terbatas dengan siklus hidupnya, dan yang kedua adalah bahwa mereka hanya
dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan dalam batas kapasitas adaptasi mereka, yang merupakan hasil dari kendala turunan dalam hal ini adalah organism (itu sendiri).
ENERGI
Energi didefinisikam sebagai kemampuan untuk mengerjakan tugas, berdasarkan prinsip fisika yangmana kerja membutuhkan energi. Hal ini dapat dinyatakan dalam cara yang berbeda: misalnya, mekanik, kinetik, kalor, kimia, listrik, elektromagnetik, atom. Semua bentuk energi dapat diubah menjadi panas, sehingga relatif mudah untuk mengekspresikan mereka dalam persamaan termal.
Satuan unitnya adalah kalori, yang setara dengan kuantitas dari energi kalori yang diperlukan untuk merubah 1 cc air suling dari 14,5°C sampai 15,5 ° C pada tekanan atmosfer. Satuan Joule adalah setara dengan 4.187 kalori.
Emergy
Emergy adalah konsep yang diperkenalkan oleh H.T. Odum (1983) yang menyatakan energi yang dibutuhkan untuk penyebaran organisme pada tingkatan iklim yang berbeda. Emergy (dinyatakan dalam joule) dapat didefinisikan sebagai jumlah energi matahari yang dibutuhkan secara langsung atau tidak langsung untuk menghasilkan aliran, produk, atau persediaan. Untuk mengevaluasinya, sumber energi yang berbeda yang telah diteliti dalam penggabungan dari produk atau aliran yang harus diidentifikasi dan dirubah menjadi persamaan energy matahari. Beberapa ilmuwan menggambarkan emergy sebagai "memori dari energi" yang terdegradasi oleh proses transformasi. Semakin tinggi kerja yang dibutuhkan untuk penggabungan produk, semakin besar energy transformasi yang dibutuhkan, dan semakin besar pula produk tersebut mengandung emergy. Hal ini dapat disebutkan bahwa emergy adalah pekerjaan yang disediakan oleh biosfer untuk mempertahankan sistem yang jauh dari keseimbangan (Bastianodi dan Marchettini, 1997).
Exergy
Strukture disipatif seperti ekosistem memerlukan energi dan sebuah aliran exergy dibutuhkan agar sistem tersebut bekerja. Exergy mengukur kuantitas energi bebas dari biomassa yang terdapat dari struktur (Jorgensen 1996). Semakin banyak massa yang hidup pada suatu sistem, sistem besar kandungan exerginya. Jika sistem tersebut ada dalam kesetimbangan termodinamika dengan lingkungannya , exergy sama dengan nol, tetapi exergy dalam ekosistem akan berkembang lebih besar untuk menjauhkan dari keseimbangan. Dengan mempertimbangkan kondisi yang ada, sistem yang dapat menghasilkan exergy
paling besar mempunyai keuntungan yang besar dan akan lebih dapat bertahan pada kondisi
lingkungan
yang berbeda. Menurut Jorgensen (1997), penggunaan
konsep exergy tampaknya lebih baik pada entropi untuk menggambarkan ketidakterbalikan dari
proses yang dilakukan karena menggunakan satuan yang sama dengan
energi (juga merupakan bentuk energi), sedangkan definisi entropi lebih sulit diterapkan dengan konsep yang umum.
4.3 Hukum Termodinamika ke-empat?
Faktor pembatas dalam prinsip konservasi massa adalah jumlah elemen pada bumi adalah konstan.
Dalam kondisi ini, sistem ekologi tidak dapat berkembang dengan memproduksi massa organik yang lebih besar dengan menggunakan massa anorganik yang lebih besar, tetapi hanya dapat menggunaan sedikit dari unsur-unsur anorganik yang ada. Hal ini dimungkinkan dengan cara pengaturan yang lebih baik dari struktur :
diversifikasi dari ekologi dan pertumbuhan jumlah kehidupan dalam rangka
lebih merespon terhadap kendala yang bervariasi. Evolusi dari struktur ekosistem ini memungkinkan perbaikan dan penyimpanan exergy yang lebih besar (Jorgensen 1997).
Namun, sebuah sistem tidak dapat menangkap
exergy lebih dari yang dipancarkan oleh sinar matahari. Penyimpanan exergy pada gilirannya akan
menjadi faktor pembatas ketika sistem cukup terorganisir. Dalam konteks ini, kendala pada ekosistem adalah menggunakan exergy yang lebih baik: bagian kecil dari exergy ini harus
digunakan untuk pemeliharaan sistem, dan bagian yang lebih besar untuk
pengembangan struktur, digunakan sedemikian rupa untuk meningkatkan exergy yang disimpan dalam ekosistem. Secara teori, sistem yang diatur oleh waktu untuk menggunakan energi cahaya secara efisien yang disimpan dalam bentuk energi kimia
dalam biomassa. Organisme akan mengembangkan mekanisme yang
memungkinkan bagi mereka untuk menstabilkan proses kimia internalnya dan mempertahankan fungsi mereka dalam perubahan
lingkungan. Terlebih lagi, ekosistem akan mampu berkembang dan menyesuaikan
struktur dalam rangka meningkatkan penggunaan energi (Kay 1984) .
Atas dasar ini, Jorgensen mengusulkan hukum
keempat termodinamika (atau hukum termodinamika ekologi) : setiap sistem yang
menerima aliran energi berkualitas tinggi (energi entropi rendah atau exergy) akan memiliki kecenderungan untuk mengeksploitasi
energi ini untuk mempertahankan dirinya jauh dari kesetimbangan termodinamika.
Jika sistem memiliki beberapa alternatif untuk menggunakan aliran energi, maka juga akan mempunyai kecenderungan untuk memilih lingkungan yang dapat memberikan exergy maksimum yang memungkin kan pada kondisi yang ada. Hukum keempat merupakan perluasan dari teori
Darwin tentang seleksi alam : individu yang paling cenderung merespon perubahan
lingkungan dengan adaptasi yang baik akan memungkinkan mereka untuk bertahan dan dipilih. Yang paling tepat untuk bertahan hidup
adalah organisme yang memiliki karakteristik yang memungkinkan mereka untuk
mempertahankan dan bahkan meningkatkan biomassa mereka dalam kondisi yang ada,
yaitu mereka yang memberikan kontribusi yang terbaik dengan akumulasi energi
bebas (atau exergy ) pada sistem dimana mereka berasal, karena didasari oleh karakteristik biologis mereka .
Dalam konteks ini, ekosistem mempunyai kesempatan selama empat miliar tahun untuk
membuat eksperimen trial-and-error, pengujian dan pemilihan skenario terbaik
untuk menjaga mereka jauh dari kesetimbangan termodinamika. Dengan demikian kehidupan telah memilih berbagai solusi, beberapa dari
mereka sangat rumit, dalam upaya untuk mengumpulkan exergy terbesar mungkin
dalam kondisi yang sangat bervariasi, dari kedalaman laut sampai puncak gunung, ini keragaman kondisi dan
solusi yang telah dibawa oleh evolusi menjelaskan kompleksitas biosfer yang besar seperti yang kita ketahui, juga keberadaan dari berbagai macam strategi reproduksi,
pertumbuhan, dan kelangsungan hidup. Pada akhirnya, periode yang panjang selama evolusi telah menjadi dasar dari perkembangan sejumlah besar fenomena
simbiosis dan/atau mutualistik, serta banyak fenomena umpan balik, yang
menjelaskan munculnya efek Gia (Jorgensen 1997) . Hal ini membawa kita terhadap pengertian dari sistem adaptasi.