POLA ROTASI DAN LAMANYA MASA KERJA DALAM SUATU JABATAN
DITINJAU DARI SISI PSIKOLOGIS
PENGANTAR
Sumber daya manusia merupakan sumber daya terpenting
yang dimiliki oleh suatu organisasi. Salah satu implikasinya adalah bahwa
investasi terpenting yang mungkin dilakukan oleh suatu organisasi adalah di
bidang sumber daya manusia. Ini berarti bahwa untuk menghadapi tuntutantugas
sekarang maupun tuntutan masa depan, pengembangan sumber daya manusia merupakan
keharusan mutlak.
Seseorang yang mulai bekerja setelah penempatan dalam
suatu organisasi akan terus bekerja untuk organisasi tersebut selama masih aktifnya
hingga memasuki usia pensiun. Berarti ia akan meniti karir dalam organisasi
tersebut, sehingga dapat dimaklumi pegawai tersebut akan menanyakan berbagai
hal terkait perkembangan dan peningkatan kariernya di masa akan datang, karena
dengan meningkatnya karier pegawai maka organisasi pun akan ikut berkembang.
Sehubungan dengan itu Kementerian Kehutanan telah
menyusun Pola Karier bagi pegawai dari mulai jabatan struktural dan jabatan
fungsional. Dalam pola karier tersebut mengatur alur perpindahan seorang
pegawai dalam suatu jabatan baik secara vertikal ataupun horizontal. Ini
dilakukan agar setiap pegawai mengetahui dan memahami alur mutasi ataupun
promosi dirinya selama bekerja. Hal ini penting karena seseorang pegawai akan
bekerja secara maksimal memanfaatkan kemampuan serta keterampilannya apabila
peningkatan karier dan pengembangan dirinya jelas dalam suatu organisasi.
Sebaliknya apabila tidak terdapat kejelasan peningkatan karier dan pengembangan
diri yang akan diperoleh tentunya akan menurunkan tingkat motivasi dalam
bekerja, yang berakibat pada menurunnya kinerja organisas secara keseluruhan.
TELAAH POLA
ROTASI DARI SISI PSIKOLOGIS
Kementerian Kehutanan sebagai organisasi yang memiliki
tanggung jawab dalam mengelola kawasan hutan yang ada di Indonesia, tentunya
membutuhkan Sumber Daya Manusia dalam jumlah banyak dan memiliki kamampuan
serta keterampilan yang mendukung proses kerja dalam pencapaian tujuan
organisasi.
Penempatan pegawai Kementerian Kehutanan tersebar di
seluruh Indonesia, baik yang bekerja di kantor atau di lapangan dalam kawasan
hutan. Para pemimpin tentunya sudah memiliki pertimbangan yang masak sebelum
menempatkan seorang pegawai dalam suatu jabatan tertentu. Idealnya suatu proses
perputaran (rotasi) mutasi baik pada tingkat yang selevel atau lebih tinggi
tentunya harus memperhatikan beberapa hal, seperti prestasi kerja, kedispilinan
kerja, kemampuan dan keterampilan yang diperlukan oleh jabatan yang akan
didudukinya. Sehubungan hal tersebut Kementerian Kehutanan sudah memiliki Pola
Karier Pegawai yang menggambarkan alur perpindahan pegawai, baik pejabat
struktural / non struktural dan pejabat fungsional. Namun demikian Kementerian
Kehutanan belum memiliki jadwal perputaran (rotasi) atau mutasi yang tersusun
secara berkala di masing-masing unit kerja. Sehingga sering kali para pengambil
kebijakan / pimpinan lupa untuk melakukan perputaran (rotasi) mutasi terhadap
pegawainya.
Tidak sedikit pegawai yang sudah terlalu lama
menduduki suatu jabatan tanpa pernah dilakukan perputaran (rotasi) atau di mutasikan
ke bagian lain atau daerah lain. Secara psikologis kondisi seperti ini kurang
baik karena dapat menimbulkan kejenuhan dan kebosanan kerja pada diri pegawai. Kejenuhan
dan kebosanan kerja dapat muncul karena masalah beban kerja yang berlebihan. Beban kerja berlebihan bisa meliputi
jam kerja, jumlah individu yang harus dilayani, tanggung jawab yang harus
dipikul, pekerjaan rutin dan yang bukan rutin, dan pekerjaan administrasi
lainnya yang melampaui kapasitas dan kemampuan individu.(Maslach, 1982; Pines
dan Aronson, 1989; Cherniss, 1980).Apabila kondisi ini tidak cepat
ditangani oleh pimpinan dan para pengambil kebijakan tentu akan berdampak pada
penurunan kinerja pegawai dan penurunan pencapaian tujuan organisasi di masa
mendatang.
Ada beberapa hal yang dibutuhkan pegawai dalam
menghadapi kejenuhan dan kebosanan kerja, antara lain saran dari pimpinan dalam
mengatasi masalah pekerjaan yang dihadapi pegawai, peran pimpinan dalam
memberikan informasi yang berkaitan dengan pekerjaan dan promosi, serta
melakukan mutasi atau perputaran (rotasi) kerja yang merupakan hal biasa dalam suatu
organisasi.
Menurut H. MalayuS.P. Hasibuan(2008 : 102) menyatakan
bahwa mutasi adalah suatu perubahan posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang
dilakukan baik secara horizontal maupun vertikal didalam satu organisasi. Mutasi atau perputaran (rotasi) kerjamerupakan salah satu
cara bagi manajemen organisasi untuk mengurangi kejenuhan bagi pegawai terhadap
tugas-tugas lamanya, sehingga pegawai menjadi termotivasi lagi menghadapi tugas-tugas barunya. Mutasi juga merupakan salah satu strategi organisasi untuk
mempersiapkan para pegawainya dalam menghadapi perubahan (Robbins, 1998) dan termasuk dalam fungsi pengembangan pegawai,
karena tujuannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam organisasi
tersebut.
Sedangkan tujuan
lain dari mutasi dapat kita lihat dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu
dari sudut pandang kepentingan pegawai dan juga organisasi sebagai berikut:
Bagi Kepentingan Pegawai
a. Memperluas atau pengembangan pegawai
(program pelatihan jabatan)
b. Menghilangkan kejenuhan terhadap
pekerjaan
c. Penyesuaian pekerjaan dengan kondisi
fisik pegawai
d. Mengatasi perselisihan antara sesama
pegawai (kondisional)
Bagi
Kepentingan Organisasi
a.
Menciptakan
keseimbangan antara sumber daya manusia dengan komposisi pekerjaan atau jabatan
b.
Meningkatkan
produktivitas kerja
c.
Memberikan
pengakuan dan imbalan terhadap prestasi seseorang
d.
Alat
pendorong agar semangat kerja meningkat melalui persaingan terbuka
Mutasi atau perputaran
(rotasi) pegawai yang selama ini sudah dilakukan oleh Kementerian Kehutanan
meliputi perputaran atau mutasi pegawai dalam jabatan yang setingkat / selevel atau
jabatan yang lebih tinggi, dalam bidang / tugas kerja yang sama, serta perputaran (rotasi) atau
mutasi dalam bidang / tugas kerja yang sama tetapi diluar kota / daerah. Perpindahan
dalam bidang tugas satu Direktorat yang sama tentunya tidak terlalu membutuhkan
energi yang besar serta waktu yang lama untuk melakukan penyesuaian diri. Berbeda
dengan pegawai yang harus mengalami perputaran (rotasi) atau mutasi keluar kota
/ daerah, terlebih harus ke daerah terpencil (remote area). Pegawai tersebut
harus bekerja dalam lingkungan baru yang belum pernah terbayangkan sebelumnya,
budaya yang baru, rekan kerja baru, dan lain sebagainya. Kondisi ini dapat
memunculkan ketakutan, kekhawatiran dan ketidaknyamanan dalam diri pegawai
tersebut yang sebenarnya merupakan hal yang wajar. Karena secara psikologis
apabila seorang individu berada dalam situasi dan kondisi yang sama
bertahun-tahun lamanya (sistem yang sama) akan terbentuk zona nyaman dalam
dirinya sehingga akan memunculkan ketakutan, rasa khawatir dan kebingungan
apabila dipaksa harus berada dalam situasi dan kondisi (sistem) yang belum
diketahui dan dikenal sebelumnya (keluar dari zona nyaman).
Kondisi ini menuntut
kemampuan yang lebih besar dalam diri seorang pegawai antara lain seperti kesiapan
fisik dan mental, kemampuan penyesuaian / adaptasi yang baik, toleransi
terhadap kecemasan, ketakutan dan kekhawatirandalam menghadapi perubahan.Semua
ini dapat dilalui dengan baik apabila pegawai tersebut memiliki pola
kepribadian yang baik, artinya toleransi terhadap stres baik, mudah beradaptasi
dengan perubahan , mahir mengelola kecemasan, ketakutan dan kekhawatiran
menjadi suatu effort (dorongan) positif dalam bekerja.
Namun demikian,
tidak dipungkiri proses perpindahan kerja ini akan menimbulkan berbagai reaksi
dari pegawai yang terkena pola perputaran (rotasi) atau mutasi. Demikian juga yang
terjadi di Kementerian Kehutanan, tidak sedikit pegawai yang memiliki persepsi
/ pemikiran negatif dan perasaan tidak senang (penolakan) terhadap proses
perputaran pegawai (rotasi) atau mutasi sehingga memunculkan sikap negatif yang
berimbas kepada kinerja dan prestasi kerja pegawai. Sikap negatif tersebut
dapat berupa penurunan motivasi kerja, ketidakdisiplinan kerja, membuat masalah
baik dengan pimpinan atau rekan kerja, menolak perubahan dan sebagainya. Ada
beberapa alasan yang menyebabkan seorang pegawai menolak proses perputaran
(rotasi) atau mutasi, seperti yang dikemukakan oleh Keith Davis dan John W. Newstrom,
bahwa ada tiga jenis penolakan pegawai terhadap mutasi, yaitu :
1.
Faktor
Logis atau Rasional
Penolakan ini dilakukan dengan pertimbangan waktu yang diperlukan untuk menyesuaikan diri, upaya ekstra untuk belajar kembali, kemungkinan timbulnya situasi yang kurang diinginkan seperti penurunan tingkat ketrampilan, serta kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh perubahan.
2. Faktor Psikologis
Penolakan berdasarkan faktor psikologis ini merupakan penolakan yang dilakukan berdasarkan emosi, sentimen, dan sikap. Seperti kekhawatiran akan sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya, rendahnya toleransi terhadap perubahan, tidak menyukai pimpinan atau agen perubahan yang lain, rendahnya kepercayaan terhadap pihak lain, kebutuhan akan rasa aman.
3. Faktor Sosiologis (kepentingan kelompok)
Penolakan terjadi karena beberapa alasan antara lain konspirasi yang bersifat politis, bertentangan dengan nilai kelompok, kepentingan pribadi, dan keinginan mempertahankan hubungan (relationship) yang terjalinsekarang.
Penolakan ini dilakukan dengan pertimbangan waktu yang diperlukan untuk menyesuaikan diri, upaya ekstra untuk belajar kembali, kemungkinan timbulnya situasi yang kurang diinginkan seperti penurunan tingkat ketrampilan, serta kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh perubahan.
2. Faktor Psikologis
Penolakan berdasarkan faktor psikologis ini merupakan penolakan yang dilakukan berdasarkan emosi, sentimen, dan sikap. Seperti kekhawatiran akan sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya, rendahnya toleransi terhadap perubahan, tidak menyukai pimpinan atau agen perubahan yang lain, rendahnya kepercayaan terhadap pihak lain, kebutuhan akan rasa aman.
3. Faktor Sosiologis (kepentingan kelompok)
Penolakan terjadi karena beberapa alasan antara lain konspirasi yang bersifat politis, bertentangan dengan nilai kelompok, kepentingan pribadi, dan keinginan mempertahankan hubungan (relationship) yang terjalinsekarang.
Untuk menghadapi penolakan pegawai terhadap mutasi, maka pimpinan organisasi perlu berembug
dengan pegawai.Pimpinan harus
bisa meyakinkan pegawai bahwa perputaran (rotasi) atau mutasi memang suatu hal yang harus dilaksanakan organisasi
untuk peningkatan pencapaian tujuan organisasi dan untuk mengurangi tingkat
kejenuhan / kebosanan kerja serta sebagai sarana pengembangan kemampuan pegawai
itu sendiri.
Idealnya suatu proses perputaran
(rotasi) atau mutasi itu melalui tahapan yang tidak singkat, melalui penilaian
prestasi kerja dan kinerja pegawai, memperhatikan tingkat kedispilinan kerja,
serta melihat tingkat pengetahuan dan kemampuan pegawai dalam suatu bidang
kerja tertentu. Hal ini harus dilakukan agar perpindahan pegawai memberikan
dampak positif bagi pegawai serta organisasi secara umum. Selain itu, masa
kerja seorang pegawai dalam suatu jabatan juga harus menjadi perhatian
pimpinan. Karena seperti sudah dijelaskan diatas bahwa terlalu lama dalam zona
nyaman dapat berakibat buruk bagi individu pegawai.
KESIMPULAN
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan beberapa hal terkait perputaran (rotasi) atau mutasi
pegawai di lingkungan Kementerian kehutanan, sebagai berikut :
1. Perputaran (rotasi) atau mutasi
merupakan suatu hal yang biasa terjadi dalam suatu organisasi dengan tujuan
meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja pegawai yang dapat mempengaruhi
peningkatan perkembangan suatu organisasi.
2. Perlunya penjelasan secara gamblang dari
pengambil kebijakan atau pemimpin terkait dilaksanakannya perputaran (rotasi)
atau mutasi pegawai untuk mengurangi penolakan dan persepsi negatif dari
pegawai.
3. Pengambil kebijakan atau pimpinan
hendaknya memperhatikan faktor psikologis dari pegawai yang akan mengalami
menjalani proses perpindahan (rotasi) atau mutasi terlebih bagi pegawai yang
akan pindah keluar daerah. Bimbingan, arahan dan dukungan pimpinan sangat
dibutuhkan pegawai yang baru saja pindah.
4. Menjalin kedekatan yang harmonis
antara pimpinan dan pegawai agar mengurangi kejenuhan dan kebosanan kerja yang
pada akhirnya dapat meningkatkan motivasi dan prestasi kerja pegawai.
5. Proses perputaran (rotasi) atau mutasi
pegawai hendaknya dilakukan secara terjadwal dengan teratur sehingga tidak muncul kesan bahwa mutasi adalah kebijakan yang
sifatnya mendadak serta tidak memunculkan persepsi / pemikiran bahwa pegawai
tersebut sedang mendapat hukuman atau dibuang.
DAFTAR PUSTAKA
Robbins, S. R. (1998). Organizational
behavior. 8th ed. New Jersey: Prentice Hall International, Inc.
Sumber
buku Administrasi Kepegawaian Karya Dra. Harmanti, M.Si
Cherniss, Cary. 1980.
Staff Burnout-Job Stress in the Human Services , London: Sage
Publications, Beverly Hills.
Maslach, Cicilia.
1982. Understanding Burnout: Definitional Issues in Analyzing a Complex
Phenomenon, In W. S. Paine (Ed), Job Stress and Burnout, Beverly
Hills: Sage Publications.
Pines, Ayala and
Aronson, Elliot. 1989. Career Burnout: Causes and Cures, New York: The
Free Press, A Division of Macmillan, Inc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar