Rabu, 25 Desember 2013

POLA ROTASI

POLA ROTASI DAN LAMANYA MASA KERJA DALAM SUATU JABATAN
DITINJAU DARI SISI PSIKOLOGIS


PENGANTAR
Sumber daya manusia merupakan sumber daya terpenting yang dimiliki oleh suatu organisasi. Salah satu implikasinya adalah bahwa investasi terpenting yang mungkin dilakukan oleh suatu organisasi adalah di bidang sumber daya manusia. Ini berarti bahwa untuk menghadapi tuntutantugas sekarang maupun tuntutan masa depan, pengembangan sumber daya manusia merupakan keharusan mutlak.
Seseorang yang mulai bekerja setelah penempatan dalam suatu organisasi akan terus bekerja untuk organisasi tersebut selama masih aktifnya hingga memasuki usia pensiun. Berarti ia akan meniti karir dalam organisasi tersebut, sehingga dapat dimaklumi pegawai tersebut akan menanyakan berbagai hal terkait perkembangan dan peningkatan kariernya di masa akan datang, karena dengan meningkatnya karier pegawai maka organisasi pun akan ikut berkembang.
Sehubungan dengan itu Kementerian Kehutanan telah menyusun Pola Karier bagi pegawai dari mulai jabatan struktural dan jabatan fungsional. Dalam pola karier tersebut mengatur alur perpindahan seorang pegawai dalam suatu jabatan baik secara vertikal ataupun horizontal. Ini dilakukan agar setiap pegawai mengetahui dan memahami alur mutasi ataupun promosi dirinya selama bekerja. Hal ini penting karena seseorang pegawai akan bekerja secara maksimal memanfaatkan kemampuan serta keterampilannya apabila peningkatan karier dan pengembangan dirinya jelas dalam suatu organisasi. Sebaliknya apabila tidak terdapat kejelasan peningkatan karier dan pengembangan diri yang akan diperoleh tentunya akan menurunkan tingkat motivasi dalam bekerja, yang berakibat pada menurunnya kinerja organisas secara keseluruhan.



TELAAH POLA ROTASI DARI SISI PSIKOLOGIS

Kementerian Kehutanan sebagai organisasi yang memiliki tanggung jawab dalam mengelola kawasan hutan yang ada di Indonesia, tentunya membutuhkan Sumber Daya Manusia dalam jumlah banyak dan  memiliki kamampuan serta keterampilan yang mendukung proses kerja dalam pencapaian tujuan organisasi.
Penempatan pegawai Kementerian Kehutanan tersebar di seluruh Indonesia, baik yang bekerja di kantor atau di lapangan dalam kawasan hutan. Para pemimpin tentunya sudah memiliki pertimbangan yang masak sebelum menempatkan seorang pegawai dalam suatu jabatan tertentu. Idealnya suatu proses perputaran (rotasi) mutasi baik pada tingkat yang selevel atau lebih tinggi tentunya harus memperhatikan beberapa hal, seperti prestasi kerja, kedispilinan kerja, kemampuan dan keterampilan yang diperlukan oleh jabatan yang akan didudukinya. Sehubungan hal tersebut Kementerian Kehutanan sudah memiliki Pola Karier Pegawai yang menggambarkan alur perpindahan pegawai, baik pejabat struktural / non struktural dan pejabat fungsional. Namun demikian Kementerian Kehutanan belum memiliki jadwal perputaran (rotasi) atau mutasi yang tersusun secara berkala di masing-masing unit kerja. Sehingga sering kali para pengambil kebijakan / pimpinan lupa untuk melakukan perputaran (rotasi) mutasi terhadap pegawainya.
Tidak sedikit pegawai yang sudah terlalu lama menduduki suatu jabatan tanpa pernah dilakukan perputaran (rotasi) atau di mutasikan ke bagian lain atau daerah lain. Secara psikologis kondisi seperti ini kurang baik karena dapat menimbulkan kejenuhan dan kebosanan kerja pada diri pegawai. Kejenuhan dan kebosanan kerja dapat muncul karena masalah beban kerja yang berlebihan. Beban kerja berlebihan bisa meliputi jam kerja, jumlah individu yang harus dilayani, tanggung jawab yang harus dipikul, pekerjaan rutin dan yang bukan rutin, dan pekerjaan administrasi lainnya yang melampaui kapasitas dan kemampuan individu.(Maslach, 1982; Pines dan Aronson, 1989; Cherniss, 1980).Apabila kondisi ini tidak cepat ditangani oleh pimpinan dan para pengambil kebijakan tentu akan berdampak pada penurunan kinerja pegawai dan penurunan pencapaian tujuan organisasi di masa mendatang.
Ada beberapa hal yang dibutuhkan pegawai dalam menghadapi kejenuhan dan kebosanan kerja, antara lain saran dari pimpinan dalam mengatasi masalah pekerjaan yang dihadapi pegawai, peran pimpinan dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan pekerjaan dan promosi, serta melakukan mutasi atau perputaran (rotasi) kerja yang merupakan hal biasa dalam suatu organisasi.
Menurut H. MalayuS.P. Hasibuan(2008 : 102) menyatakan bahwa mutasi adalah suatu perubahan posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang dilakukan baik secara horizontal maupun vertikal didalam satu organisasi. Mutasi atau perputaran (rotasi) kerjamerupakan salah satu cara bagi manajemen organisasi untuk mengurangi kejenuhan bagi pegawai terhadap tugas-tugas lamanya, sehingga pegawai menjadi termotivasi lagi menghadapi tugas-tugas barunya. Mutasi juga merupakan salah satu strategi organisasi untuk mempersiapkan para pegawainya dalam menghadapi perubahan (Robbins, 1998) dan  termasuk dalam fungsi pengembangan pegawai, karena tujuannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam organisasi tersebut.
Sedangkan tujuan lain dari mutasi dapat kita lihat dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu dari sudut pandang kepentingan pegawai dan juga organisasi sebagai berikut:
Bagi Kepentingan Pegawai
a.    Memperluas atau pengembangan pegawai (program pelatihan jabatan)
b.    Menghilangkan kejenuhan terhadap pekerjaan
c.    Penyesuaian pekerjaan dengan kondisi fisik pegawai
d.    Mengatasi perselisihan antara sesama pegawai (kondisional)



Bagi Kepentingan Organisasi
a.     Menciptakan keseimbangan antara sumber daya manusia dengan komposisi pekerjaan atau jabatan
b.     Meningkatkan produktivitas kerja
c.      Memberikan pengakuan dan imbalan terhadap prestasi seseorang
d.     Alat pendorong agar semangat kerja meningkat melalui persaingan terbuka

Mutasi atau perputaran (rotasi) pegawai yang selama ini sudah dilakukan oleh Kementerian Kehutanan meliputi perputaran atau mutasi pegawai dalam jabatan yang setingkat / selevel atau jabatan yang lebih tinggi, dalam bidang / tugas kerja  yang sama, serta perputaran (rotasi) atau mutasi dalam bidang / tugas kerja yang sama tetapi diluar kota / daerah. Perpindahan dalam bidang tugas satu Direktorat yang sama tentunya tidak terlalu membutuhkan energi yang besar serta waktu yang lama untuk melakukan penyesuaian diri. Berbeda dengan pegawai yang harus mengalami perputaran (rotasi) atau mutasi keluar kota / daerah, terlebih harus ke daerah terpencil (remote area). Pegawai tersebut harus bekerja dalam lingkungan baru yang belum pernah terbayangkan sebelumnya, budaya yang baru, rekan kerja baru, dan lain sebagainya. Kondisi ini dapat memunculkan ketakutan, kekhawatiran dan ketidaknyamanan dalam diri pegawai tersebut yang sebenarnya merupakan hal yang wajar. Karena secara psikologis apabila seorang individu berada dalam situasi dan kondisi yang sama bertahun-tahun lamanya (sistem yang sama) akan terbentuk zona nyaman dalam dirinya sehingga akan memunculkan ketakutan, rasa khawatir dan kebingungan apabila dipaksa harus berada dalam situasi dan kondisi (sistem) yang belum diketahui dan dikenal sebelumnya (keluar dari zona nyaman).
Kondisi ini menuntut kemampuan yang lebih besar dalam diri seorang pegawai antara lain seperti kesiapan fisik dan mental, kemampuan penyesuaian / adaptasi yang baik, toleransi terhadap kecemasan, ketakutan dan kekhawatirandalam menghadapi perubahan.Semua ini dapat dilalui dengan baik apabila pegawai tersebut memiliki pola kepribadian yang baik, artinya toleransi terhadap stres baik, mudah beradaptasi dengan perubahan , mahir mengelola kecemasan, ketakutan dan kekhawatiran menjadi suatu effort  (dorongan) positif dalam bekerja.
Namun demikian, tidak dipungkiri proses perpindahan kerja ini akan menimbulkan berbagai reaksi dari pegawai yang terkena pola perputaran (rotasi) atau mutasi. Demikian juga yang terjadi di Kementerian Kehutanan, tidak sedikit pegawai yang memiliki persepsi / pemikiran negatif dan perasaan tidak senang (penolakan) terhadap proses perputaran pegawai (rotasi) atau mutasi sehingga memunculkan sikap negatif yang berimbas kepada kinerja dan prestasi kerja pegawai. Sikap negatif tersebut dapat berupa penurunan motivasi kerja, ketidakdisiplinan kerja, membuat masalah baik dengan pimpinan atau rekan kerja, menolak perubahan dan sebagainya. Ada beberapa alasan yang menyebabkan seorang pegawai menolak proses perputaran (rotasi) atau mutasi, seperti yang dikemukakan oleh Keith Davis dan John W. Newstrom, bahwa ada tiga jenis penolakan pegawai terhadap mutasi, yaitu :
1.      Faktor Logis atau Rasional
Penolakan ini dilakukan dengan pertimbangan waktu yang diperlukan untuk menyesuaikan diri, upaya ekstra untuk belajar kembali, kemungkinan timbulnya situasi yang kurang diinginkan seperti penurunan tingkat ketrampilan, serta kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh perubahan.
2. Faktor Psikologis
Penolakan berdasarkan faktor psikologis ini merupakan penolakan yang dilakukan berdasarkan emosi, sentimen, dan sikap. Seperti kekhawatiran akan sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya, rendahnya toleransi terhadap perubahan, tidak menyukai pimpinan atau agen perubahan yang lain, rendahnya kepercayaan terhadap pihak lain, kebutuhan akan rasa aman.
3. Faktor Sosiologis (kepentingan kelompok)
Penolakan terjadi karena beberapa alasan antara lain konspirasi yang bersifat politis, bertentangan dengan nilai kelompok, kepentingan pribadi, dan keinginan mempertahankan hubungan (relationship) yang terjalinsekarang.

Untuk menghadapi penolakan pegawai terhadap mutasi, maka pimpinan organisasi perlu berembug dengan pegawai.Pimpinan harus bisa meyakinkan pegawai bahwa perputaran (rotasi) atau mutasi memang suatu hal yang harus dilaksanakan organisasi untuk peningkatan pencapaian tujuan organisasi dan untuk mengurangi tingkat kejenuhan / kebosanan kerja serta sebagai sarana pengembangan kemampuan pegawai itu sendiri.
Idealnya suatu proses perputaran (rotasi) atau mutasi itu melalui tahapan yang tidak singkat, melalui penilaian prestasi kerja dan kinerja pegawai, memperhatikan tingkat kedispilinan kerja, serta melihat tingkat pengetahuan dan kemampuan pegawai dalam suatu bidang kerja tertentu. Hal ini harus dilakukan agar perpindahan pegawai memberikan dampak positif bagi pegawai serta organisasi secara umum. Selain itu, masa kerja seorang pegawai dalam suatu jabatan juga harus menjadi perhatian pimpinan. Karena seperti sudah dijelaskan diatas bahwa terlalu lama dalam zona nyaman dapat berakibat buruk bagi individu pegawai.

KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hal terkait perputaran (rotasi) atau mutasi pegawai di lingkungan Kementerian kehutanan, sebagai berikut :
1.    Perputaran (rotasi) atau mutasi merupakan suatu hal yang biasa terjadi dalam suatu organisasi dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja pegawai yang dapat mempengaruhi peningkatan perkembangan suatu organisasi.
2.    Perlunya penjelasan secara gamblang dari pengambil kebijakan atau pemimpin terkait dilaksanakannya perputaran (rotasi) atau mutasi pegawai untuk mengurangi penolakan dan persepsi negatif dari pegawai.
3.    Pengambil kebijakan atau pimpinan hendaknya memperhatikan faktor psikologis dari pegawai yang akan mengalami menjalani proses perpindahan (rotasi) atau mutasi terlebih bagi pegawai yang akan pindah keluar daerah. Bimbingan, arahan dan dukungan pimpinan sangat dibutuhkan pegawai yang baru saja pindah.
4.    Menjalin kedekatan yang harmonis antara pimpinan dan pegawai agar mengurangi kejenuhan dan kebosanan kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan motivasi dan prestasi kerja pegawai.
5.    Proses perputaran (rotasi) atau mutasi pegawai hendaknya dilakukan secara terjadwal dengan teratur sehingga tidak muncul kesan bahwa mutasi adalah kebijakan yang sifatnya mendadak serta tidak memunculkan persepsi / pemikiran bahwa pegawai tersebut sedang mendapat hukuman atau dibuang.



















DAFTAR PUSTAKA

Robbins, S. R. (1998). Organizational behavior. 8th ed. New Jersey: Prentice Hall International, Inc.
Sumber buku Administrasi Kepegawaian Karya Dra. Harmanti, M.Si
Cherniss, Cary. 1980. Staff Burnout-Job Stress in the Human Services , London: Sage Publications, Beverly Hills.
Maslach, Cicilia. 1982. Understanding Burnout: Definitional Issues in Analyzing a Complex Phenomenon, In W. S. Paine (Ed), Job Stress and Burnout, Beverly Hills: Sage Publications.

Pines, Ayala and Aronson, Elliot. 1989. Career Burnout: Causes and Cures, New York: The Free Press, A Division of Macmillan, Inc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar